Bercerita tentang kesederhanaan hidup

Kamis, 10 Desember 2015

Negara Semi Apatis

02.33 Posted by hamzah ramadhan No comments
Malam ini sudah cukup larut untuk sekedar melakukan aktivitas rutin bagi kebanyakan manusia normal. Suasananya cukup nyaman untuk bermesraan dengan bantal dan guling kesayangan. Maklum namanya juga jomblo, jadi gak usah dulu ngomongin tidur dengan pasangan. Kebanyakan mengkhayal gak baik untuk kesehatan. Malam ini sudah masuk hari Kamis, tanggal 28 Safar 1437 Hijriyah bertepatan dengan 10 Desember 2015.

Tanggal 9 Desember baru saja berlalu. Di beberapa daerah baru saja menyelenggarakan pesta demokrasi. Tahun ini merupakan tahun perdana diberlakukannya pilkada (pemilihan kepala daerah) serentak. Memang tidak semua kota dan provinsi menyelenggarakan pesta demokrasi tersebut. Hanya sebagian kecil saja yang tidak melakukan pemilihan kepala daerahnya. Gaungnya terasa ke seluruh penjuru daerah. Karena presiden langsung menginstruksikan hari itu menjadi hari libur nasional. Anak sekolah gembira, euforia pilkada terasa membahagiakan bagi mereka yang akhirnya mendapat jatah waktu istirahat di rumah di kala sedang bertarung dengan soal-soal ujian semesteran.

Boleh saja kalau kamu ingin menutup tulisan yang membosankan ini. Karena baru di awal aku sudah berbicara soal pilkada. Soal politik beserta segala atributnya memang saat ini menjadi momok yang begitu menjijikan untuk kita saksikan di layar kaca. Hanya karena beberapa oknum politisi yang mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan rakyat, kita langsung menghakimi bahwa semua politisi tak ada yang etis. Pada akhirnya sikap apatis pun bermunculan pada setiap pesta demokrasi. Pilkada sepi, pemilih hanya datang kurang dari separuh warga yang ada. Mimpi perubahan pun hanya tinggal cita-cita yang disuarakan ketika pemimpin yang terpilih bukan karena pilihan mereka melakukan tindakan korupsi.

Seperti itulah kondisi negara kita setiap tahun. Sikap apatis makin menjadi-jadi. Toh setiap janji para pemimpin sama semua. Manis di bibir, memutar kata, malah kau tuduh akulah segala penyebabnya. Mungkin Exist menciptakan lirik lagu tersebut berdasarkan pengalamannya saat kecewa kepada calon pemimpin piihannya. Ah semua sama saja, begitu ungkap beberapa orang yang memutuskan untuk tidak memamakai hak pilihnya. Bahkan sampai ada yang ekstrim membuat sebuah meme dengan isi tulisan “Pilkada kalau jadi pasti lupa, Pilkabe kalau lupa pasti jadi”. Aku juga bingung maksudnya apa. Kok perbandingan pilkada disetarakan dengan pilkabe. Apakah serendah itu kualitas pesta demokrasi yang menghabiskan uang rakyat hingga bermilyar-milyar jumlahnya itu.

Haruskah kita sebut negara kita sebagai negara semi apatis? Bisanya protes tapi tak mau ikut proses. Maunya jadi negara maju, tapi semua serba tidak tahu. Mau terkenal tapi tidak punya karya yang menjual. Mau jadi yang terdepan tapi cuma bisa lempar kritikan. Termasuk aku sendiri. Bisanya hanya mengkritik, tanpa solusi. Kebanyakan nonton Indonesia Lawak Klub. Bisanya bikin rumit lalu menghilang di saat sulit.

Di tengah kesibukan orang yang saling bersaing dalam pilkada, aku sebagai rakyat yang sedang berusaha patuh terhadap peraturan dan undang-undang hanya bisa berdoa semoga pilkada yang telah berlalu ini bisa menghasilkan generasi pemimpin baru yang lebih peduli terhadap rakyatnya, lebih peduli terhadap tata kelola daerahnya. Karena perubahan menuju kebaikan itu bisa cepat dilaksanakan apabila pemimpinnya mendukung perubahan tersebut. Suara pemimpin akan didengar rakyatnya dibandingkan dengan suara rakyat biasa kepada rakyat lainnya.


Pada akhirnya semoga Indonesia masih memiliki kualitas pemimpin yang bisa diandalkan di hadapan dunia. Bisa pidato di hadapan para pejabat negara lain dengan berwibawa, bisa ngobrol bersama mereka dengan lancar tanpa perantara, dan mampu menaikkan harga diri bangsa dengan kemajuan pembangunan di segala aspek tanpa menambah utang negara dengan menggadaikan beberapa perusahaan negara segala aset di dalamnya.

0 komentar: