Bercerita tentang kesederhanaan hidup

Kamis, 21 Januari 2016

Rantai Kebaikan

08.41 Posted by hamzah ramadhan No comments
Liburan kali ini memberikan kesan dan pelajaran seputar permasalahan kehidupan. Karena liburanku kali ini bukan melakukan destinasi tur keliling tempat wisata alam yang memiliki keindahan beraneka ragam. Aku sengaja menyempatkan diri berkeliling, menyusuri pasar, mampir di beberapa warung makan tanpa merek yang tak terdeteksi di google map, sembari mencuri dengar curhatan para penjual dengan langganan mereka. Setiap tempat persinggahan, memiliki problematika yang berbeda. Ada yang mengeluh mahalnya harga bahan baku, ada yang mengeluh sepinya pembeli, ada pula yang mengeluh seputar cuaca yang selalu datang dan pergi secara tiba-tiba. Cuaca yang datang dan pergi tiba-tiba aja dijadikan sebuah keluhan ya. Apalagi cinta. Tsaah..

Berkeliling dunia bisa membuatmu mengerti bahwa dunia ini kaya akan budaya, berkeliling alam bisa menambah keimanan atas keindahan ciptaan Yang Maha Kuasa, berkeliling pasar, menyusuri pinggiran kota bisa membuatmu lebih banyak bersyukur atas semua nikmat yang Allah berikan padamu saat ini. Harus ada ibrah (pelajaran) yang kita dapatkan di balik setiap kejadian yang kita lalui. Karena seperti itulah cara manusia mendekatkan diri pada Ilahi yang memang mengatur seluruh alam semesta beserta isinya. Bahkan seorang Ibnu Qoyyim Al-Jauzi pernah mengatakan Andai kamu tahu bagaimana Allah mengatur hidupmu, pasti kamu akan meleleh karena cinta kepada Nya.

Kali ini aku mampir di kota Bekasi. Tempat kelahiranku. Tempat masa kecilku dihabiskan. Aku menghabiskan kurang lebih 11 tahun di kota ini. Itu jika dihitung sejak saat aku dilahirkan. Kota ini bukan termasuk ke dalam provinsi DKI Jakarta. Tapi kota ini masuk dalam wilayah pemerintahan provinsi yang saat ini dipimpin oleh Ahmad Heryawan. Allah hanya mengizinkanku menghabiskan waktu di sini sampai sekolah dasar. Karena setelah lulus SD, aku ditakdirkan untuk mengukir cerita di pinggiran kota yang memiliki jembatan Ampera.

Bekasi sudah banyak berubah sejak aku pergi. Bangunannya makin tinggi, kendaraan makin ramai. Aura Jakarta mulai menular ke sini. Bekasi bisa dibilang Jakarta kw 2. Banyak penduduk Bekasi yang bekerja di Jakarta. Karena memang lokasi di sini cukup dekat dengan Jakarta. Setelah subuh, banyak yang kemudian bersiap menyongsong mentari demi segenggam asa yang sudah mereka kumpulkan untuk keluarga. Adalah hal yang lazim, jika kamu melihat jam 6 pagi, lalu lintas mulai padat. Ternyata kota Musi belum sebanding dengan Bekasi. Soal macet, sepertinya Palembang masih harus banyak bersyukur soal itu.

Kehidupan masyarakat urban memang keras. Terkesan individu namun sebenarnya ada kepedulian di sana. Hanya saja situasi yang membuat mereka membatasi tingkat kepedulian tersebut. Menjadi urban, tidak selalu membuatmu apatis terhadap kondisi sekitar. Namun untuk menolong, membantu, atau apapun itu namanya yang sifatnya meluangkan waktu demi orang lain sudah jarang ditemukan di kondisi kehidupan masyarakat urban yang memiliki waktu terbatas. Terbatas karena macet, terbatas karena target, terbatas karena duit. Ya selalu saja seperti itu. Pemikiran oportunis sudah hampir menguasai masyarakat urban. Selalu ada pertimbangan antara waktu yang terbuang dengan uang yang dihasilkan. Jika tidak menghasilkan lebih banyak, lebih besar, maka tinggalkan.

Ketika hidup hanya memikirkan untung rugi, maka tak akan cukup bekal ongkos yang aku bawa untuk liburan kali ini. Aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa ternyata tidak selamanya nilai-nilai kebaikan itu hilang di tengah kerasnya tuntutan kehidupan. Bukan hanya di Bekasi. Di Bandung, di Garut pun juga seperti itu. Ada saja bantuan yang tiba-tiba Allah berikan tanpa pernah aku perkirakan sebelumnya. Seperti misalnya saja saat ini. Di Bekasi, aku masih mempunyai teman-teman masa kecil yang Alhamdulillah masih peduli. Bukan hanya saat ini saja. Sudah beberapa kali aku kembali ke kota ini. Dan selalu ada saja teman yang memberikan pertolongannya tanpa henti. Dan hebatnya lagi, pertolongan itu diberikan oleh orang yang berbeda-beda.


Tak usah lah aku menceritakan detil bantuan yang diberikannya dalam bentuk apa. Karena tulisan ini akan menjadi sangat panjang jika aku ceritakan semuanya. Cukuplah kamu tahu, bahwa di tengah kehidupan urban, masih ada rantai kebaikan. Masih ada kepedulian. Di tengah kesulitan, masih ada rasa syukur dan keinginan untuk memberikan bantuan. Ah hidup ini indah kawan. Tak perlu jauh kamu mengembara, browsing mencari tempat wisata, cukuplah perhatikan sekelilingmu, ketika ada rantai kebaikan di sana, berarti Allah sedang memberikan kesempatan kepadamu untuk meneruskan rantai kebaikan itu di tempat dan waktu yang berbeda.

0 komentar: