Liburan kali ini memberikan kesan
dan pelajaran seputar permasalahan kehidupan. Karena liburanku kali ini bukan
melakukan destinasi tur keliling tempat wisata alam yang memiliki keindahan
beraneka ragam. Aku sengaja menyempatkan diri berkeliling, menyusuri pasar, mampir
di beberapa warung makan tanpa merek yang tak terdeteksi di google map, sembari
mencuri dengar curhatan para penjual dengan langganan mereka. Setiap tempat
persinggahan, memiliki problematika yang berbeda. Ada yang mengeluh mahalnya harga
bahan baku, ada yang mengeluh sepinya pembeli, ada pula yang mengeluh seputar
cuaca yang selalu datang dan pergi secara tiba-tiba. Cuaca yang datang dan
pergi tiba-tiba aja dijadikan sebuah keluhan ya. Apalagi cinta. Tsaah..
Berkeliling dunia bisa membuatmu
mengerti bahwa dunia ini kaya akan budaya, berkeliling alam bisa menambah
keimanan atas keindahan ciptaan Yang Maha Kuasa, berkeliling pasar, menyusuri
pinggiran kota bisa membuatmu lebih banyak bersyukur atas semua nikmat yang
Allah berikan padamu saat ini. Harus ada ibrah
(pelajaran) yang kita dapatkan di balik setiap kejadian yang kita lalui. Karena
seperti itulah cara manusia mendekatkan diri pada Ilahi yang memang mengatur
seluruh alam semesta beserta isinya. Bahkan seorang Ibnu Qoyyim Al-Jauzi pernah
mengatakan Andai kamu tahu bagaimana Allah mengatur hidupmu, pasti kamu akan
meleleh karena cinta kepada Nya.
Kali ini aku mampir di kota
Bekasi. Tempat kelahiranku. Tempat masa kecilku dihabiskan. Aku menghabiskan
kurang lebih 11 tahun di kota ini. Itu jika dihitung sejak saat aku dilahirkan.
Kota ini bukan termasuk ke dalam provinsi DKI Jakarta. Tapi kota ini masuk
dalam wilayah pemerintahan provinsi yang saat ini dipimpin oleh Ahmad Heryawan.
Allah hanya mengizinkanku menghabiskan waktu di sini sampai sekolah dasar. Karena
setelah lulus SD, aku ditakdirkan untuk mengukir cerita di pinggiran kota yang
memiliki jembatan Ampera.
Bekasi sudah banyak berubah sejak
aku pergi. Bangunannya makin tinggi, kendaraan makin ramai. Aura Jakarta mulai
menular ke sini. Bekasi bisa dibilang Jakarta kw 2. Banyak penduduk Bekasi yang
bekerja di Jakarta. Karena memang lokasi di sini cukup dekat dengan Jakarta. Setelah
subuh, banyak yang kemudian bersiap menyongsong mentari demi segenggam asa yang
sudah mereka kumpulkan untuk keluarga. Adalah hal yang lazim, jika kamu melihat
jam 6 pagi, lalu lintas mulai padat. Ternyata kota Musi belum sebanding dengan
Bekasi. Soal macet, sepertinya Palembang masih harus banyak bersyukur soal itu.
Kehidupan masyarakat urban memang
keras. Terkesan individu namun sebenarnya ada kepedulian di sana. Hanya saja
situasi yang membuat mereka membatasi tingkat kepedulian tersebut. Menjadi urban,
tidak selalu membuatmu apatis terhadap kondisi sekitar. Namun untuk menolong,
membantu, atau apapun itu namanya yang sifatnya meluangkan waktu demi orang
lain sudah jarang ditemukan di kondisi kehidupan masyarakat urban yang memiliki
waktu terbatas. Terbatas karena macet, terbatas karena target, terbatas karena
duit. Ya selalu saja seperti itu. Pemikiran oportunis sudah hampir menguasai masyarakat
urban. Selalu ada pertimbangan antara waktu yang terbuang dengan uang yang
dihasilkan. Jika tidak menghasilkan lebih banyak, lebih besar, maka tinggalkan.
Ketika hidup hanya memikirkan
untung rugi, maka tak akan cukup bekal ongkos yang aku bawa untuk liburan kali
ini. Aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa ternyata tidak selamanya
nilai-nilai kebaikan itu hilang di tengah kerasnya tuntutan kehidupan. Bukan hanya
di Bekasi. Di Bandung, di Garut pun juga seperti itu. Ada saja bantuan yang
tiba-tiba Allah berikan tanpa pernah aku perkirakan sebelumnya. Seperti misalnya
saja saat ini. Di Bekasi, aku masih mempunyai teman-teman masa kecil yang Alhamdulillah
masih peduli. Bukan hanya saat ini saja. Sudah beberapa kali aku kembali ke
kota ini. Dan selalu ada saja teman yang memberikan pertolongannya tanpa henti.
Dan hebatnya lagi, pertolongan itu diberikan oleh orang yang berbeda-beda.
Tak usah lah aku menceritakan
detil bantuan yang diberikannya dalam bentuk apa. Karena tulisan ini akan
menjadi sangat panjang jika aku ceritakan semuanya. Cukuplah kamu tahu, bahwa
di tengah kehidupan urban, masih ada rantai kebaikan. Masih ada kepedulian. Di tengah
kesulitan, masih ada rasa syukur dan keinginan untuk memberikan bantuan. Ah hidup
ini indah kawan. Tak perlu jauh kamu mengembara, browsing mencari tempat
wisata, cukuplah perhatikan sekelilingmu, ketika ada rantai kebaikan di sana,
berarti Allah sedang memberikan kesempatan kepadamu untuk meneruskan rantai
kebaikan itu di tempat dan waktu yang berbeda.
0 komentar:
Posting Komentar