Malam ini sudah memasuki hari ketiga di bulan Ramadhan.
Anak-anak masih semangat berlarian menuju masjid. Ikut sholat Isya, lanjut
tarawih. Waktu bermain mereka bertambah seiring adanya even tahunan rutin di
tiap masjid. Mereka bisa bercengkrama lebih lama dengan anak-anak lain yang
mungkin tetangga dekat. Bercanda ria sambil main kucing-kucingan dengan petugas
masjid yang rajin menegur mereka ketika ribut di dalam masjid. Pulangnya
anak-anak itu masih masih memiliki semangat yang sama. Dengan peci yang sudah
tak tahu lagi rimbanya karena terselip di antara saku celana, dengan sarung
terikat dileher dibentuk rompi ala tim swat korban film superhero. Esok akan
lebih seru, lebih mengasyikkan, pikir mereka. Karena mereka akan bertemu kawan
sebayanya. Bercanda ria. Kadang sampai lupa diri bermain petasan banting yang
ternyata masih dijual di pasaran.
Langit di Bulan Ramadhan masih bersahabat. Hujan masih
belum turun. Malam ini, bintang masih bertaburan menghiasi gelapnya malam.
Menjadi saksi para jamaah yang begitu semangat pergi menuju masjid. Setiap
langkah menuju masjid, setiap kerlipan pula cahaya bintang itu berpendar
merespon aktivitas mulia yang insyaAllah tercatat berkali-kali lipat pahalanya.
Langit diam saja. Menikmati taburan cahaya, sambil memastikan bahwa tak ada air
yang turun malam ini.
Aku duduk di salah satu sudut masjid. Mendengarkan ceramah
yang penuh canda namun tersirat makna. Ramadhan ini adalah sebuah fenomena.
Fenomena yang mengubah suasana islami di setiap sudut kota. Fenomena yang
mengubah susunan shaf di masjid menumpuk penuh sampai ke teras luar. Fenomena
yang menghadirkan banyak majelis ilmu di setiap waktu.
Penceramah membawakan materi dengan semangat, jamaah
merespon dengan antusias, sesekali disambut riuh tawa karena candaan yang
sifatnya membangun bukan mencari kompor gas atau suasana pecah dengan tawa dan
riuh tepuk tangan. Ini majelis ilmu, bukan panggung stand up komedian.
Alur ceramah mulai tak lagi masuk telinga. Pikiranku
mengembara. Mataku tertuju pada jamaah yang mengenakan kaos bola Leicester
City, dengan nomor punggung 9 bertuliskan nama Vardy. Si Vardy memang tidak
disebut sama sekali oleh penceramah. Tapi entah bagaimana caranya dia bisa
mengelilingi isi kepala yang sedari tadi berusaha mencerna maksud dari isi
ceramah ustadz yang berjanggut panjang, dengan peci hitam, bergamis putih
dengan sorban kotak hitam melilit di lehernya. Dan sudah hampir 5 menit dia
berdiri di depan, tapi aku tak lagi fokus padanya.
Aku teringat pernah baca sejarah singkat si Vardy yang kini
memenuhi isi kepala. Sebelum dia membawa klubnya juara Liga Inggris, dia
bermain di klub amatir di tanah Britania. Sambil bermain sepakbola, ia menjadi
buruh pabrik di siang hari. Sampai pada akhirnya klub yang saat ini dibawanya
menjuarai Liga Inggris, membelinya ketika masih bermain di divisi dua. Butuh
waktu selama tiga tahun hingga seorang Vardy bisa membantu tim nya juara. Vardy
memiliki daya tahan yang tinggi. Endurance nya cukup stabil
hingga ia bisa menularkan pengaruhnya kepada rekan setim yang membantunya
meraih gelar pertama liga paling bergengsi di seantero Inggris.
Vardy akhirnya dipanggil untuk membela timnas Inggris untuk
berlaga di Euro 2016. Karirnya perlahan meningkat, endurance nya
membuahkan hasil meski di usia senja bagi ukuran pesepak bola (29 tahun).
Ketika Vardy mampu mempertahankan endurance seperti apa yang
ditunjukkannya pada pelatih gaek asal Italia, Ranierri. Bukan hal mustahil
Inggris bisa meraih trofi Euro yang belum pernah sekalipun mereka raih.
* * *
Endurance adalah
nilai positif yang mudah diucapkan namun sulit untuk dilakukan. Nabi dan Rasul
memiliki tingkat endurance yang berbeda dalam berdakwah. Untuk
yang terlama hingga mendapat julukan Bapak Dakwah adalah Nabi Nuh as.
Dengan endurance yang cukup lama, nampaknya Allah belum
memperkenankan Nabi Nuh as memiliki pengikut yang banyak sesuai dengan waktu
yang dihabiskannya. Karena bicara soal endurance (daya tahan) ini
bukan hanya berbicara soal waktu. Kita sedang berbicara soal kesabaran dan
kesempatan.
Ramadhan adalah bulan dimana endurance kita
sebagai orang beriman diuji. Semua mendapatkan keadilan waktu. Mereka mendapatkan
waktu yang sama. Namun tidak semua memiliki dua hal tadi secara bersamaan. Ada
yang memiliki tingkat kesabaran yang baik, namun belum diberikan kesempatan
yang maksimal untuk beribadah. Ada yang diberikan kesempatan yang lapang, namun
tidak diberikan kesabaran yang cukup untuk menggunakan kesempatan tersebut.
Nabi Nuh as diberikan kesabaran yang cukup, namun ternyata selama waktu
hidupnya, belum diberikan kesempatan yang cukup oleh Allah sampai air yang
akhirnya mengenggelamkan kesempatan tersebut.
* * *
Pekan pertama di bulan Ramadhan tingkat endurance
masyarakat untuk sholat berjamaah di masjid masih stabil. Menjelang minggu
kedua, tingkat endurance masyarakat mulai goyang. Barisan shaf mulai longgar.
Pekan ketiga tingkat endurance makin kendur. Ujian makin berat karena godaan
diskon di setiap pusat perbelanjaan. Belum lagi even buka bersama yang makin
ramai di sosial media. Hingga di pekan terakhir Ramadhan, tingkat endurance masyarakat
hanya menyisakan beberapa orang saja. Ada yang sudah persiapan mudik ke kampung
halamannya. Tapi ada juga yang tetap stabil, bahkan makin baik daya tahannya
karena ditunjang dengan itikaf dan amal-amal yang konsisten dijalankan selama
hidupnya.
Wajar apabila syurga itu mahal harganya. Lebih mahal dari
trofi Liga Inggris atau Euro yang diperebutkan Vardy dan rekan setim nya. Lebih
berkilau nilainya. Lebih istimewa dibandingkan dengan seisi dunia. Karena
memang untuk menggapainya butuh daya tahan (endurance) yang
lebih menguras tenaga. Berpeluh keringat. Menguras air mata, harta. Bahkan
tidak jarang sampai harus mengorbankan darah dan nyawa untuk mempertahankan
daya tahan keimanan sebagai seorang mukmin sejati.
* * *
Aku terbangun. Rupanya bilal sudah bersahutan menyeru untuk
sholat witir. Aku belajar arti daya tahan dalam mimpi. Aku juga harus menjaga
daya tahan mataku yang sudah beberapa watt ini untuk melanjutkan tiga rakaat
yang menjadi penutup rangkaian ibadahku di masjid ini. Ya Allah kuatkan daya
tahanku sampai akhir Ramadhan.
Palembang 3 Ramadhan 1437 H
0 komentar:
Posting Komentar