Bercerita tentang kesederhanaan hidup

Sabtu, 08 November 2014

Menikmati Pernikahan Dari Secangkir Kopi

08.44 Posted by hamzah ramadhan , 2 comments

      Menikah adalah sunnah Rasulullah. Penyatuan dua hati manusia, penyatuan dua keluarga, penyatuan dua cita-cita. Sebenarnya saya belum pantas menulis soal ini. Karena saya belum menjalani merasakan bagaimana rasanya menikah. Saya hanya sekedar ingin berbagi opini. Opini yang saya rangkum dari beberapa pengalaman dan ada juga saya ambil dari beberapa cerita. Darimana pun sumbernya, semoga tulisan ini bisa menginspirasi para pembaca baik yang sudah ataupun belum menikah.
     Menikah itu urusan cinta. Kata siapa? Itu mah dulu. Prinsip menikah itu urusan cinta tidak berlaku lagi di zaman smartphone era layar sentuh saat ini. Standar Nikah Indonesia mendadak naik pasca pernikahan Raffi Ahmad. Semua jomblo dibuat panik akibat kenaikan ini. Belum lagi ditambah masalah belum ada calon yang bersedia diajak nikah. Cinta itu bisa saja jadi alasan dalam semua pernikahan. Tapi cinta tidak menyebabkan pernikahan menjadi sah. Banyak faktor yang mesti dipenuhi. 
     Buat saya yang belum merasakan bagaimana rasanya menikah itu, pasti tak bisa menjelaskan lebih lanjut alasannya. Saya ingin berkata lebih banyak, tapi rasanya hambar apabila kalian membaca artikel soal pernikahan dari seorang bujangan. Kasusnya sama seperti membaca artikel tentang penyakit kulit dari seorang arsitek. Tidak sesuai dengan kapasita keilmuan dan pengalaman. Maka akan saya bahas sisi lain tentang pernikahan itu.
     Menikah itu terlihat sederhana. Ketika saya membaca buku rukun nikah, syarat sah nya sebuah pernikahan itu ada ijab kabul, ada mempelai pria dan wanita, ada saksi, ada mahar, dan ada wali dari mempelai perempuan. Setelah syarat-syarat itu terpenuhi, maka kedua manusia seharusnya bisa dikatakan sah sebagai pasangan suami-istri. Tapi nyatanya praktek di lapangan tidak seperti itu. Ada peraturan lain yang harus dipenuhi untuk mencapai syarat sahnya sebuah pernikahan. Entah itu peraturan pemerintah yang tertulis maupun peraturan adat yang berdasarkan kesepakatan. Setiap saya ingin mengetahui apa saja yang harus disiapkan dalam pernikahan, jawaban yang saya dapatkan lebih banyak daripada syarat-syarat pernikahan itu sendiri.
       Karena penghulu tak bisa dibayar dengan cinta, undangan juga tidak bisa di cetak hanya dengan modal setia, dan tamu undangan tak mungkin hanya berdiri tanpa jamuan di resepsi di lapangan terbuka yang tanpa tenda. Hanya cinta, setia, dan niat komitmen untuk selalu bersama tidak bisa langsung menyatukan dua manusia. Tidak bisa juga sekaligus mengakrabkan dua keluarga. Beda ceritanya apabila kedua calon mempelai adalah anak orang kaya. Maka persoalan ini selesai sudah. Kemudian cerita cinta itu menjadi indah dan mereka bisa menikah. Tapi di mana kita bisa menemukan kedua orang yang beruntung itu? Di FTV bisa jadi, di novel juga ada. Tapi tidak setiap saat kita bisa menemukan pasangan yang beruntung seperti itu.
    Izinkan saya untuk kemudian menyampaikan rasa kekaguman saya kepada para istri yang telah menjadi pasangan untuk suaminya sampai dengan detik ini. Kenapa juga saya harus kagum dengan istri orang? Tolong jangan salah fokus ya. Saya hanya kagum kepada para istri yang memutuskan untuk menikah dengan pilihannya sekarang. Bukankah mereka tidak bisa meramal masa depan? Kenapa pula para istri itu yakin bahwa laki-laki yang kini menjadi pasangannya mampu memberikan masa depan yang terbaik di dunia dan di akhirat?  Dan bagaimana pula mereka bisa meyakinkan pilihan mereka kepada kedua orangtuanya seolah ia lebih kenal laki-laki itu melebihi siapapun. Mereka tak kenal lelah membujuk orangtuanya, agar berkenan menerima pria beruntung itu menjadi imam bagi dirinya di dunia dan di akhirat. Sebenarnya kekuatan apa yang mendasari dua manusia untuk melaksanakan pernikahan ini. Pasti ini lebih dari sebatas cinta. Pasti ini lebih dari sebatas setia. Karena dengan menikah mereka rela berpisah dari orangtua. Hidup mandiri. Merancang kehidupan dari awal. Dan hebatnya mereka bahagia melaksanakan semua aktivitas itu bersama. Sekali lagi keterbatasan akal dan pengetahuan membatasi saya untuk menulis lebih panjang lagi soal ini.
          Kemudian menikah mampu menghadirkan senyum dan tawa lebih lebar dari biasanya, tabungan yang biasanya kosong, setelah menikah biasanya terisi dengan sendirinya. Belum lagi bagi yang memiliki bisnis, usahanya semakin rajin dan giat sehingga semakin banyak keuntungan yang di dapat. Itu hanya soal materi. Soal ibadah, orang yang sudah menikah itu ternyata lebih diutamakan untuk menjadi imam dibandingkan dengan orang yang masih bujangan, itu apabila di antara mereka memiliki hafalan alquran sama banyaknya. Karena itulah menikah juga disebut sebagai menggenapkan separuh agama. Kalau soal jiwa ataupun perasaan, menikah mampu memberikan ketenangan kepada pasangan suami istri. Mereka bisa saling berbagi. Entah itu masalah, hadiah, atau apapun itu. Dan menikah juga menyebabkan makin berkurangnya jumlah manusia dengan spesies galau yang biasa curhat di media sosial karena bingung mau menceritakan masalah atau kebahagiaanya kepada siapa.
     Bagi saya secara pribadi, menikah itu ajaib. Karena kebanyakan dari pasangan yang telah menikah memiliki masalah yang lebih rumit dibanding dengan ketika dia masih status belum menikah. Mereka akan disibukkan dengan uang belanja bulanan, tagihan rumah, listrik, air, belum lagi kalau mereka sudah punya anak. Wah itu masalah yang cukup rumit kalau dilihat dari kacamata seorang bujangan. Dan yang membuatnya ajaib adalah, dengan masalah yang lebih rumit itu, mereka justru lebih bahagia ketika mampu melewati semua prosesnya bersama.
       Maka pagi ini, saya sepertinya sedikit mulai termotivasi. Termotivasi untuk memulai menjadi secangkir kopi hangat. Kenapa arah perbincangan kita justru ke kopi? Kita semua mengetahui kalau kopi itu pahit. Gelap warnanya. Buat orang yang tidak suka kopi, pasti heran kenapa kopi luwak itu mahal harganya. Dalam proses pembuatannya, kopi haruslah diseduh dengan air panas. Semakin panas airnya, maka akan semakin larut bubuk kopi nya. Akan semakin harum pula aroma kopi nya. Anggaplah air panas itu masalah, dan kopi adalah pasangan yang baru menikah. Di mata bujangan yang belum punya pasangan alias jomblo,  pernikahan itu pahit, lebih banyak susahnya, lebih banyak masalahnya. Karena mereka hanya melihat pernikahan itu hanyalah berbentuk kopi bubuk yang pahit. Siapa pula yang suka memakan kopi bubuk pahit langsung. Hanya air panas lah yang mampu menjadikan kopi itu enak diminum. Bukan dengan air dingin. Bubuk kopi tidak akan larut dengan air dingin. Menikah hanya akan terasa nikmat bagi pelakunya. Dan akan terasa menyedihkan buat para jomblowan dan jomblowati yang mendengar ceritanya. 
      Oh iya satu lagi yang ingin saya sampaikan. Tadi kita ilustrasikan bahwa air panas sebagai masalah, dan kopi sebagai pernikahannya. Kurang lengkap kalau kita tidak menambahkan cangkir sebagai wadahnya. Kita ilustrasikan cangkir sebagai komitmen dalam pernikahan. Semakin kuat komitmen maka semakin kuat juga cangkirnya. Cangkir yang kuat mampu menampung air panas sepanas apapun. Mampu melarutkan kopi sekental apapun. Maka kunci pernikahan itu sebenarnya ada di komitmen ini. Sebaik apapun kopi nya, sepanas apapun air panasnya, mau ditambah susu, krimer atau pemanis lain, akan sia-sia bila cangkir retak, rapuh, dan mudah sekali pecah. Kopi akan tumpah dan terbuang percuma.
      Filosofi lain dari kopi itu adalah, kopi terasa nikmat bila kita nikmati bersama. Apalagi di warung kopi yang memiliki topik perbincangan yang seolah tak pernah berhenti. Tapi pagi ini izinkan saya menikmati indahnya pernikahan itu melalui secangkir kopi hangat yang diseduh sendiri, disajikan sendiri, dan diminum sendiri. Untung saja kopi nya tidak harus memetik sendiri. 


Barakallah buat sahabat-sahabatku yang hari ini melaksanakan Akad Nikah dan Walimatul 'Ursy
Buat sahabat-sahabatku yang sudah menggenapkan separuh agamanya, semoga bahagia di dunia hingga di Syurga. 
Buat yang masih hanya sebatas niat untuk menikah, saran saya bersabarlah. Kita senasib.. 

Palembang, 8 November 2014

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Nice article.. I like it best <3

hamzah ramadhan mengatakan...

terimakasih adhistia :)